Sepenggal Perjuangan Menjadi Mahasiswi—Dua

Fa // Kamis, 14 Agustus 2014


Assalamualaikum, halloh... pemilik blog balik lagi nih! Buat menyelesaikan curcol yang sempat terinterupsi. Sekarang status sosialnya udah bukan siswa lagi, kakak... tapi udah naik satu tingkat jadi calon mahasiswi. Kenapa masih calon mahasiswi? Ya karena gue tetiba inget sama ucapan someone yang bilang begini,”kamu bakal resmi jadi mahasiswi kalo udah melewati masa MPA.”. Dan ah, gue dan maba lain belum melewati masa itu tuh sayangnya. Jadi belum bisa disebut sebagai mahasiswi baru.

18 Juni. Gue, Mantha, Dian, dan Dyah kumpul di rumahnya Dyah—sepertinya rumah Dyah akan jadi basecamp baru selama jadwal bolak-balik kampus untuk urus ini-itu—jam tujuh. Seperti biasa, perjalanan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit. Sampai di UNJ, kita langsung melesat ke BNI. Sama sekali nggak kepikiran kalo BNI UNJ itu bukanya pagi banget (karena jam setengah sembilan antriannya udah hampir enam puluhan, dan waktu itu lupa dapat nomor antrian berapa), beda banget sama BNI yang paling dekat dengan rumah. Waktu lagi nunggu antrian, ketemu sama temen baru lagi. Namanya Anggi, satu Prodi sama Dian. Terus langsung ke gedung Daksinapati yang ada di sebelah FIP buat tes kesehatan. Waktu awal liat antriannya sih udah hopeless, karena pasti bakal pulang sore kayak kemarin lagi. Tapi setelah memertimbangkan banyak hal, akhirnya terpaksa juga tes kesehatan hari itu juga. Karena udah siapin banyak amunisi (makanan) buat cemilan sembari nunggu antrian super panjang.

Ngantrinya sih memang nggak nahan, serba ngantri semua. Nih ya, bayangin. Mau ambil formulir tes kesehatan ngantri, mau balikin formulir tes kesehatan ngantri juga, mau tes kesehatan ngantri lagi, mau ngambil nomor antrian rontgen ngantri juga, dan mau rontgen thorax lebih ngantri lagi. Pokoknya serba ngantri deh, padahal waktu tes kesehatan yang dikasih nggak sebanding sama ngantrinya. Apalagi waktu rontgen thorax, rontgennya cuma dua detik, tapi ngantrinya lebih dari dua jam! Tapi nggak kerasa dan kebayar sih, karena ya itu... banyak bawa makanan. Terus banyak kenalan sama maba lain juga. Ada Novi dari... gue lupa dia dari prodi apa, Famella yang satu prodi sama Mantha, terus ada juga dua maba—yang entah namanya siapa itu, gue lupa karena kenalannya di penghujung antrian rontgen sih. Pulang sampai rumah menjelang maghrib, soalnya kebanyakan ngaso di rumahnya Dyah sih. :3

19 Juni, balik lagi ke UNJ untuk ambil hasil rontgen dan cek dokter. Susunan anggotanya masih sama kayak kemarin, tapi kali ini ngumpulnya agak pagi. Dengan alasan biar bisa pulang cepet, tapi kita salah strategi dan perhitungan. Karena ternyata pembagian hasil rontgennya dimulai dari jam sepuluh, sementara waktu itu masih jam setengah sembilan. Nyan, nyan, kita nunggu satu jam di sana. Udah kayak anak ilang yang kurang kerjaan. Dan ternyata (lagi), pembagian rontgennya diinterupsi dengan alasan istirahat selama satu jam. Okesip, kerumunan di depan pintu klinik pun bubar, dan kita kayak anak ilang lagi.

Terus Dyah sama Dian beli pecel di ibu-ibu yang kebetulan standby, muehe ibunya tau aja kalo udah masuk jam makan siang dan bakal ketiban banyak rezeki. Gue juga ikut beli kok, tapi bukan beli pecel. Karena enggak suka pecel, cuma beli mie goreng, bakwan, sama kerupuk mienya aja. Review rasanya? Rasanya enak kok, tapi... sambal kacangnya terlalu pedas buat ukuran yang nggak suka pedas kayak gue. Walhasil, abis makan nyap-nyap sendiri kayak meong kecebur air.

Jam satu, setelah balik dari Masjid kita langsung bergerumul lagi di depan pintu klinik. Dan alhamdulillah, yaa... sesuatu! Nggak berapa lama kemudian nama kita dipanggil, terus langsung cek dokter duluan—padahal maba lain banyak lho yang masuk lebih dulu daripada kita. Tapi jangan salahkan bunda mengandung, apalagi sampai menyalahkan kita. Kalau mau menyalahkan yaa... salahkan bapak-yang-entah-namanya-siapa-itu-gue-nggak-kenal, karena beliau menghampiri kita terlebih dahulu dan langsung nyuruh kita untuk cek dokter. Kirain cek dokternya ribet, ternyata cuma gitu aja. Semacam cek detak jantung dan kawan-kawan.

Finally, selesai! Selesai apanya? Ngantrinya dong ah. Terus langsung ke BAAK untuk balikin formulir pake map kuning, yang berujung pada insiden ngambeknya Mantha karena dikerjain sama kakak-kakak BEM FE. Entahlah dikerjain atau enggak, tapi yang pasti dari sudut pandang kita sebagai maba itu menganggap Mantha dikerjain. Kenapa begitu? Karena ternyata berkas-berkas Mantha harus difotokopi dulu kata bapak yang jaga stan BAAK FE—padahal berkas-berkas gue, Dyah, dan Dian nggak disuruh untuk fotokopi (mungkin kebijakan tiap-tiap fakultas beda-beda). Terus, Mantha disuruh ke teater FE yang ada di deket gedung N.

And guess what? Meski gue nggak tau perbincangan antara Mantha dan salah satu seniornya, tapi kayaknya perbincangan itu nggak penting deh. Soalnya cuma sebentar banget. Abis itu Mantha langsung fotokopi dan langsung berniat balikin berkas ke BAAK, sementara gue, Dyah, dan Dian nunggu di trotoar depan gedung N kayak anak ilang. Dan tiba-tiba kita kayak lost contact gitu, karena Mantha nggak kunjung kembali. Yaudah, gue memutuskan untuk telpon Mantha. And can you guess? Mantha udah nunggu aja di deket wisma. Waktu kita samper kesana, dia agak bersungut dan komat-kamit gitu. Katanya BAAK udah tutup. And yes, dia ngambek. Setelah sampai di rumahnya Dyah pun, dia masih agak ngambek gitu. Haah... perjuangan menjadi mahasiswi memang belum berhenti sampai di sini, kawan.

27 Juni, balik lagi ke UNJ karena ada acara bidikmisi lagi. Tapi Mantha sama Uci ikut. Entahlah, gue nggak tau alasan mereka mau ikut. Sampai di TKP, ternyata acaranya belum dimulai. Karena calon penerima bidikmisi masih tumpah-ruah di depan perpus. Tapi enggak lama kok, karena nggak sampai setengah jam kemudian udah disuruh masuk. Harus antri untuk absen di meja fakultas masing-masing, sebelum akhirnya masuk ke aula perpus. Acara dibuka sama pembacaan surat Al-Baqarah (tapi lupa ayat berapa, pokoknya yang amana rasulu bima unzila itu lah). Terus ada juga sepatah-duapatah kata dari Kak Mardi dan Kak Amy. Terus ada juga motivation building dari salah satu senior bidikmisi yang berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu tiga setengah tahun, Kak Bangun. Envy deh pas Kak Bangun cerita, dan satu sisi diri gue udah berikrar enggak mau kalah dari Kak Bangun. Kalau Kak Bangun aja bisa menyelesaikan studinya dalam waktu tiga setengah tahun, kenapa gue enggak? Gue pasti bisa mengikuti jejak Kak Bangun! Eh, ralat. Harus bisa! Man jadda wa jada!

Terus acara berlanjut dengan pembagian kelompok mentor berdasarkan fakultas, satu kelompok isinya sepuluh orang. Gue dapat kelompok empat, dengan mentor Kak Hilwa Hauda dari prodi Pendidikan Bahasa Jepang. Di kelompok empat sendiri ada gue dari Pendidikan Bahasa Arab, Rina dari Pendidikan Bahasa Jepang, Astri dari Pendidikan Bahasa Jerman, Hanny dari... err... antara Pendidikan Bahasa Inggris/Sastra Inggris (gue lupa), Darisha dari Pendidikan Bahasa Perancis, Tyas dari Pendidikan Bahasa Arab (yeay, temen satu prodi), Sena dari Pendidikan Seni Rupa, dua lagi lupa siapa namanya, dan satu orang cowok dari Seni Tari yang enggak hadir waktu itu. Kak Hilwa buka sesi tanya-jawab seputar bidikmisi dan seputar MPA, terus ada juga sesi curhat antar anggota kelompok untuk megakrabkan diri satu sama lain. Sebelum jam duabelas acaranya udah selesai, karena kayak ada dua sesi acara gitu deh. Yang datang sebelum jam sembilan dan berkas bidikmisinya udah lengkap boleh pulang, bagi yang berkasnya belum lengkap harus ke gedung R.A Kartini, dan bagi yang datang di atas jam sembilan belum boleh pulang.

Sebelum pulang, kita iseng main ke tenda kakak-kakak BEM yang ada di samping BAAK. Cuma tanya-tanya aja sih seputar siakad, terus langsung balik lagi ke depan perpus. Rencananya mau jemput Mantha dan Uci, tapi ternyata dua anak itu nggak ada (yang belakang baru kita ketahui mereka udah balik duluan ke rumah Uci). Ngaso lagi di rumah Dyah, sebelum akhirnya kita berempat (ditambah Agatha) capcus ke XXI Atrium untuk nonton Oculus. Waktu sampai di XXI dan liat jadwalnya sempat agak gimana gitu sih, soalnya jadwal Oculus adanya sore, jam 16.45 gitu. Tapi karena dari awal memang udah kesengsem nonton itu mau nggak mau harus nunggu lama, karena nggak ada film yang seru lagi selain Oculus. Hari itu yang diputar cuma Oculus dan Transformers 4, tapi gue enggak terlalu suka sama truk yang bisa berubah jadi robot raksasa itu, dan yang lain kayaknya idem sama gue.

Acara menunggu diisi sama sholat ashar dulu, terus makan di resto ‘bukan cuma ayam’ yang ada di samping XXI. Yang berujung sama insiden minuman tumpah ke rok dan tasnya Dian secara nggak sengaja. Setengah lima lewat sepuluh kita balik lagi ke XXI, ke toilet dulu sebelum akhirnya masuk ke teater tiga. Review Oculus? Seru! Psikologi horornya terasa banget, meski ada lebih dari satu scene dimana gue dan temen-temen harus tutup mata karena ada adegan di atas tujuh belas tahun. Meski kita udah tujuh belas tahun lebih, tapi rasanya agak ilfeel liat adegan kayak gitu. Tapi ending-nya masih berasa cliffhanger alias menggantung, gue sih berharap ada sekuelnya. Film selesai sekitar sebelum jam tujuh, yang langsung dilanjut sama sholat maghrib. Terus pulang sampai rumah sekitar jam setengah delapan.

2 Juli, balik lagi ke UNJ untuk wawancara BEM fakultas, BEM jurusan, sama FSI-KU. Tapi kali ini cuma berdua aja sama Dyah, karena Dian udah bareng Asma dan Mantha ke UNJ-nya tanggal 4. Sampai di UNJ kita pisah, Dyah ke gedung H, gue ke halaman samping BAAK. Ketemuan janjian sama Nisa (temen satu prodi yang kenal di Fb) dan Sena, dan sedikit terlibat percakapan singkat-tapi-masih-canggung gitu. Terus disuruh absen, habis absen baris (satu banjar isinya sepuluh orang). Waktu itu kebagian kloter satu kelompok dua, langsung dibawa ke gedung FE. Waktu pertama kali sampai, gue juga agak bingung kenapa anak FBS dibawa ke gedung FE. Ternyata ruang BEM FBS itu adanya di gedung FE, ckck. Kelompok pertama langsung masuk ke ruang BEM FBS, kelompok dua dibawa ke panggung (?) yang ada di halaman FBS, dan kelompok tiga dibawa ke BEM jurusan.

Di panggung (?) yang ada di halaman FBS, udah ada ukhtii-ukhtii dari FSI-KU (kayaknya akhwat sama ikhwan tempatnya dibedakan waktu wawancara FSI-KU). Di sana kita ditanya ‘bangga nggak jadi orang muslim’ sama ‘islam di mata kita’, gue sekelompok sama Silvia dan yang dua orang lagi lupa. Ah, akhir-akhir ini jadi sering lupa. Dan dites baca Al-quran. Setelah itu dikasih jadwal imsakiyah sama kertas yang isinya CP FSI-KU, dikasih permen ‘cium’ juga. Kertas imsakiyah sama kertas kecilnya warna pink! Pinknya lucu lagi. Gue ketularan suka warna pink nih, gara-gara sering menggila bareng Miss Pinky ‘Iin’. Tanggung jawab In, tanggung jawab! #apa

Waktu limabelas menitnya udah abis, saatnya anak bebekmahasiswa baru digiring ke tempat semula (gedung FE). Tapi digiringnya muter-muter, jauh pula. Ah, kakak yang satu ini sepertinya lupa kalau hari itu lagi puasa. Mana jalannya kayak orang lagi lomba jalan cepat lagi. Sampai di gedung FE, langsung disuruh masuk ke ruang BEM fakultas. Lagi-lagi kali ini satu kelompok sama Silvia, muehe mungkin ini yang namanya jodoh. #apa #ngaco

Kakak mentornya Kak Milka, kita ditanya tentang kemahasiswaan dan keorganisasian gitu setelah isi formulir. Terus dikasih kertas (yang sebenarnya kertas info kos-kosan sih, tapi ada CP kakak-kakak BEM fakultas juga), abis itu boleh keluar setelah isi absen. Dan kelompok gue adalah kelompok pertama yang keluar dari ruang BEM fakultas, padahal waktu kelompok gue masih isi formulir, kelompok yang lain udah diskusi lebih dulu. Tapi... ah, yasudahlah. Saat yang lain udah keluar semua, disuruh baris lagi. Terus disuruh cari senior yang pegang selembar kertas bertuliskan jurusan masing-masing.

Setelah ketemu, gue, Nisa, dan Tyas langsung digiring ke ruang BEM jurusan. Di sana udah ada kakak-kakak BEM yang lagi ngaso di atas selembar tikar. Setelah absen, langsung disuruh ke kakak yang diinginkan (aduh, ini bahasanya apa banget deh). Pertama isi formulir dulu, gue isi formulirnya dua. Yang satu formulir BEM jurusan, yang satu lagi form karena waktu itu gue nggak sempat lapor diri jurusan. Isi formulirnya sembari ditanya-tanya lagi sama Kak Isna. Terus dikasih info segala macam tentang jurusan bahasa Arab, MPA, dan organisasi mahasiswa. Dikasih panduan MPA bahasa Arab juga (yang kayaknya bakal berguna untuk MPA nanti), setelah selesai langsung balik lagi ke tempat awal. Cuma untuk laporan kalo gue, Nisa, dan Tyas udah selesai melaksanakan semua kegiatan wawancara.

Balik lagi ke BEM jurusan, di sana Kak Isna udah panggil-panggil nama gue dari jauh. Gue kira ada apa, ternyata gue belum menyerahkan fotokopi pembayaran POM. Setelah gue kasih ke Kak Isna dan minta maaf, kita langsung dibawa ke salah satu ruang belajar di gedung E. Gue kira mau diapain, ternyata malah dites isi soal bahasa Arab. Mana tulisan Arabnya gundul lagi! Ah, gue kan masih belum terlalu fasih baca Arab gundul. Jadi kelabakan sendiri deh. Makin kelabakan saat menemukan soal Nahwu dan soal Tasrif yang udah hampir empat tahun enggak gue pelajari lagi setelah lulus dari Madrasah Diniyah Manbaun Nasiriyah tercinta.

Kata kakaknya sih nggak akan berpengaruh sama nilai (iyalah nggak berpengaruh, wong masuk kuliah aja belum tho mbak!), tapi cuma dijadikan acuan untuk menentukan kelas. Yowes, gue mengisi dengan nggak sepenuh hati. Banyak yang udah kabur sih ilmunya, sabodo teuinglah pokokna mah. Terus yang tadinya seruangan cuma tiga orang (empat termasuk kakaknya), jadi membludak sepuluh orang. Disuruh memperkenalkan diri masing-masing, tapi dari segitu banyaknya temen baru gue cuma ingat beberapa aja. Setelah semuanya selesai, akhirnya boleh pulang. Sampai di rumah sekitar jam setengah dua dan langsung bobo ciang  setelah sholat dzuhur.

Adios! Ila liqo'. :*

0 Commentary

Review please.. :)