Assalamualaikum, halloh... pemilik blog balik lagi
nih! Buat menyelesaikan curcol yang
sempat terinterupsi. Sekarang status sosialnya udah bukan siswa lagi, kakak... tapi
udah naik satu tingkat jadi calon mahasiswi. Kenapa masih calon mahasiswi? Ya
karena gue tetiba inget sama ucapan someone
yang bilang begini,”kamu bakal resmi jadi mahasiswi kalo udah melewati masa
MPA.”. Dan ah, gue dan maba lain belum melewati masa itu tuh sayangnya. Jadi
belum bisa disebut sebagai mahasiswi baru.
18 Juni. Gue, Mantha, Dian, dan Dyah kumpul di
rumahnya Dyah—sepertinya rumah Dyah akan jadi basecamp baru selama jadwal bolak-balik kampus untuk urus ini-itu—jam
tujuh. Seperti biasa, perjalanan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit.
Sampai di UNJ, kita langsung melesat ke BNI. Sama sekali nggak kepikiran kalo BNI
UNJ itu bukanya pagi banget (karena jam setengah sembilan antriannya udah
hampir enam puluhan, dan waktu itu lupa dapat nomor antrian berapa), beda
banget sama BNI yang paling dekat dengan rumah. Waktu lagi nunggu antrian,
ketemu sama temen baru lagi. Namanya Anggi, satu Prodi sama Dian. Terus langsung
ke gedung Daksinapati yang ada di sebelah FIP buat tes kesehatan. Waktu awal
liat antriannya sih udah hopeless, karena
pasti bakal pulang sore kayak kemarin lagi. Tapi setelah memertimbangkan banyak
hal, akhirnya terpaksa juga tes kesehatan hari itu juga. Karena udah siapin
banyak amunisi (makanan) buat cemilan sembari nunggu antrian super panjang.
Ngantrinya sih memang nggak nahan, serba ngantri
semua. Nih ya, bayangin. Mau ambil formulir tes kesehatan ngantri, mau balikin
formulir tes kesehatan ngantri juga, mau tes kesehatan ngantri lagi, mau
ngambil nomor antrian rontgen ngantri juga, dan mau rontgen thorax lebih ngantri
lagi. Pokoknya serba ngantri deh, padahal waktu tes kesehatan yang dikasih
nggak sebanding sama ngantrinya. Apalagi waktu rontgen thorax, rontgennya cuma
dua detik, tapi ngantrinya lebih dari dua jam! Tapi nggak kerasa dan kebayar
sih, karena ya itu... banyak bawa makanan. Terus banyak kenalan sama maba lain
juga. Ada Novi dari... gue lupa dia dari prodi apa, Famella yang satu prodi
sama Mantha, terus ada juga dua maba—yang entah namanya siapa itu, gue lupa
karena kenalannya di penghujung antrian rontgen sih. Pulang sampai rumah
menjelang maghrib, soalnya kebanyakan ngaso
di rumahnya Dyah sih. :3
19 Juni, balik lagi ke UNJ untuk ambil hasil rontgen
dan cek dokter. Susunan anggotanya masih sama kayak kemarin, tapi kali ini
ngumpulnya agak pagi. Dengan alasan biar bisa pulang cepet, tapi kita salah
strategi dan perhitungan. Karena ternyata pembagian hasil rontgennya dimulai
dari jam sepuluh, sementara waktu itu masih jam setengah sembilan. Nyan, nyan, kita nunggu satu jam di sana. Udah kayak anak ilang yang
kurang kerjaan. Dan ternyata (lagi), pembagian rontgennya diinterupsi dengan
alasan istirahat selama satu jam. Okesip, kerumunan di depan pintu klinik pun
bubar, dan kita kayak anak ilang lagi.
Terus Dyah sama Dian beli pecel di ibu-ibu yang
kebetulan standby, muehe ibunya tau
aja kalo udah masuk jam makan siang dan bakal ketiban banyak rezeki. Gue juga
ikut beli kok, tapi bukan beli pecel. Karena enggak suka pecel, cuma beli mie
goreng, bakwan, sama kerupuk mienya aja. Review
rasanya? Rasanya enak kok, tapi... sambal kacangnya terlalu pedas buat ukuran
yang nggak suka pedas kayak gue. Walhasil, abis makan nyap-nyap sendiri kayak meong kecebur air.
Jam satu, setelah balik dari Masjid kita langsung
bergerumul lagi di depan pintu klinik. Dan alhamdulillah, yaa... sesuatu! Nggak
berapa lama kemudian nama kita dipanggil, terus langsung cek dokter
duluan—padahal maba lain banyak lho yang masuk lebih dulu daripada kita. Tapi
jangan salahkan bunda mengandung, apalagi sampai menyalahkan kita. Kalau mau
menyalahkan yaa... salahkan bapak-yang-entah-namanya-siapa-itu-gue-nggak-kenal,
karena beliau menghampiri kita terlebih dahulu dan langsung nyuruh kita untuk cek
dokter. Kirain cek dokternya ribet, ternyata cuma gitu aja. Semacam cek detak
jantung dan kawan-kawan.
Finally, selesai! Selesai apanya? Ngantrinya dong ah. Terus
langsung ke BAAK untuk balikin formulir pake map kuning, yang berujung pada
insiden ngambeknya Mantha karena dikerjain sama kakak-kakak BEM FE. Entahlah
dikerjain atau enggak, tapi yang pasti dari sudut pandang kita sebagai maba itu
menganggap Mantha dikerjain. Kenapa begitu? Karena ternyata berkas-berkas
Mantha harus difotokopi dulu kata bapak yang jaga stan BAAK FE—padahal
berkas-berkas gue, Dyah, dan Dian nggak disuruh untuk fotokopi (mungkin
kebijakan tiap-tiap fakultas beda-beda). Terus, Mantha disuruh ke teater FE
yang ada di deket gedung N.
And guess what? Meski gue nggak tau perbincangan antara Mantha dan
salah satu seniornya, tapi kayaknya perbincangan itu nggak penting deh. Soalnya
cuma sebentar banget. Abis itu Mantha langsung fotokopi dan langsung berniat
balikin berkas ke BAAK, sementara gue, Dyah, dan Dian nunggu di trotoar depan gedung
N kayak anak ilang. Dan tiba-tiba kita kayak lost contact gitu, karena
Mantha nggak kunjung kembali. Yaudah, gue memutuskan untuk telpon Mantha. And can you guess? Mantha udah nunggu
aja di deket wisma. Waktu kita samper kesana, dia agak bersungut dan
komat-kamit gitu. Katanya BAAK udah tutup. And
yes, dia ngambek. Setelah sampai di
rumahnya Dyah pun, dia masih agak ngambek gitu. Haah... perjuangan menjadi
mahasiswi memang belum berhenti sampai di sini, kawan.
27 Juni, balik lagi ke UNJ karena ada acara
bidikmisi lagi. Tapi Mantha sama Uci ikut. Entahlah, gue nggak tau alasan
mereka mau ikut. Sampai di TKP, ternyata acaranya belum dimulai. Karena calon
penerima bidikmisi masih tumpah-ruah di depan perpus. Tapi enggak lama kok,
karena nggak sampai setengah jam kemudian udah disuruh masuk. Harus antri untuk
absen di meja fakultas masing-masing, sebelum akhirnya masuk ke aula perpus. Acara
dibuka sama pembacaan surat Al-Baqarah (tapi lupa ayat berapa, pokoknya yang amana rasulu bima unzila itu lah). Terus
ada juga sepatah-duapatah kata dari Kak Mardi dan Kak Amy. Terus ada juga motivation building dari salah satu
senior bidikmisi yang berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu tiga setengah
tahun, Kak Bangun. Envy deh pas Kak
Bangun cerita, dan satu sisi diri gue udah berikrar enggak mau kalah dari Kak
Bangun. Kalau Kak Bangun aja bisa menyelesaikan studinya dalam waktu tiga
setengah tahun, kenapa gue enggak? Gue pasti bisa mengikuti jejak Kak Bangun!
Eh, ralat. Harus bisa! Man jadda wa jada!
Terus acara berlanjut dengan pembagian kelompok
mentor berdasarkan fakultas, satu kelompok isinya sepuluh orang. Gue dapat
kelompok empat, dengan mentor Kak Hilwa Hauda dari prodi Pendidikan Bahasa
Jepang. Di kelompok empat sendiri ada gue dari Pendidikan Bahasa Arab, Rina
dari Pendidikan Bahasa Jepang, Astri dari Pendidikan Bahasa Jerman, Hanny
dari... err... antara Pendidikan Bahasa Inggris/Sastra Inggris (gue lupa), Darisha
dari Pendidikan Bahasa Perancis, Tyas dari Pendidikan Bahasa Arab (yeay, temen
satu prodi), Sena dari Pendidikan Seni Rupa, dua lagi lupa siapa namanya, dan
satu orang cowok dari Seni Tari yang enggak hadir waktu itu. Kak Hilwa buka
sesi tanya-jawab seputar bidikmisi dan seputar MPA, terus ada juga sesi curhat
antar anggota kelompok untuk megakrabkan diri satu sama lain. Sebelum jam
duabelas acaranya udah selesai, karena kayak ada dua sesi acara gitu deh. Yang
datang sebelum jam sembilan dan berkas bidikmisinya udah lengkap boleh pulang,
bagi yang berkasnya belum lengkap harus ke gedung R.A Kartini, dan bagi yang
datang di atas jam sembilan belum boleh pulang.
Sebelum pulang, kita iseng main ke tenda kakak-kakak
BEM yang ada di samping BAAK. Cuma tanya-tanya aja sih seputar siakad, terus
langsung balik lagi ke depan perpus. Rencananya mau jemput Mantha dan Uci, tapi
ternyata dua anak itu nggak ada (yang belakang baru kita ketahui mereka udah
balik duluan ke rumah Uci). Ngaso
lagi di rumah Dyah, sebelum akhirnya kita berempat (ditambah Agatha) capcus ke XXI Atrium untuk nonton
Oculus. Waktu sampai di XXI dan liat jadwalnya sempat agak gimana gitu sih, soalnya
jadwal Oculus adanya sore, jam 16.45 gitu. Tapi karena dari awal memang udah
kesengsem nonton itu mau nggak mau harus nunggu lama, karena nggak ada film
yang seru lagi selain Oculus. Hari itu yang diputar cuma Oculus dan
Transformers 4, tapi gue enggak terlalu suka sama truk yang bisa berubah jadi
robot raksasa itu, dan yang lain kayaknya idem sama gue.
Acara menunggu diisi sama sholat ashar dulu, terus
makan di resto ‘bukan cuma ayam’ yang ada di samping XXI. Yang berujung sama
insiden minuman tumpah ke rok dan tasnya Dian secara nggak sengaja. Setengah
lima lewat sepuluh kita balik lagi ke XXI, ke toilet dulu sebelum akhirnya
masuk ke teater tiga. Review Oculus?
Seru! Psikologi horornya terasa banget, meski ada lebih dari satu scene dimana
gue dan temen-temen harus tutup mata karena ada adegan di atas tujuh belas
tahun. Meski kita udah tujuh belas tahun lebih, tapi rasanya agak ilfeel liat adegan kayak gitu. Tapi ending-nya masih berasa cliffhanger alias menggantung, gue sih
berharap ada sekuelnya. Film selesai sekitar sebelum jam tujuh, yang langsung
dilanjut sama sholat maghrib. Terus pulang sampai rumah sekitar jam setengah
delapan.
2 Juli, balik lagi ke UNJ untuk wawancara BEM
fakultas, BEM jurusan, sama FSI-KU. Tapi kali ini cuma berdua aja sama Dyah,
karena Dian udah bareng Asma dan Mantha ke UNJ-nya tanggal 4. Sampai di UNJ
kita pisah, Dyah ke gedung H, gue ke halaman samping BAAK. Ketemuan janjian
sama Nisa (temen satu prodi yang kenal di Fb) dan Sena, dan sedikit terlibat
percakapan singkat-tapi-masih-canggung gitu. Terus disuruh absen, habis absen
baris (satu banjar isinya sepuluh orang). Waktu itu kebagian kloter satu
kelompok dua, langsung dibawa ke gedung FE. Waktu pertama kali sampai, gue juga
agak bingung kenapa anak FBS dibawa ke gedung FE. Ternyata ruang BEM FBS itu
adanya di gedung FE, ckck. Kelompok pertama langsung masuk ke ruang BEM FBS,
kelompok dua dibawa ke panggung (?) yang ada di halaman FBS, dan kelompok tiga
dibawa ke BEM jurusan.
Di panggung (?) yang ada di halaman FBS, udah ada
ukhtii-ukhtii dari FSI-KU (kayaknya akhwat sama ikhwan tempatnya dibedakan
waktu wawancara FSI-KU). Di sana kita ditanya ‘bangga nggak jadi orang muslim’
sama ‘islam di mata kita’, gue sekelompok sama Silvia dan yang dua orang lagi
lupa. Ah, akhir-akhir ini jadi sering lupa. Dan dites baca Al-quran. Setelah
itu dikasih jadwal imsakiyah sama kertas yang isinya CP FSI-KU, dikasih permen
‘cium’ juga. Kertas imsakiyah sama kertas kecilnya warna pink! Pinknya lucu
lagi. Gue ketularan suka warna pink nih, gara-gara sering menggila bareng
Miss Pinky ‘Iin’. Tanggung jawab In, tanggung jawab! #apa
Waktu
limabelas menitnya udah abis, saatnya anak bebekmahasiswa baru digiring
ke tempat semula (gedung FE). Tapi digiringnya muter-muter, jauh pula. Ah,
kakak yang satu ini sepertinya lupa kalau hari itu lagi puasa. Mana jalannya
kayak orang lagi lomba jalan cepat lagi. Sampai di gedung FE, langsung disuruh
masuk ke ruang BEM fakultas. Lagi-lagi kali ini satu kelompok sama Silvia,
muehe mungkin ini yang namanya jodoh. #apa #ngaco
Kakak mentornya Kak Milka, kita ditanya tentang
kemahasiswaan dan keorganisasian gitu setelah isi formulir. Terus dikasih
kertas (yang sebenarnya kertas info kos-kosan sih, tapi ada CP kakak-kakak BEM
fakultas juga), abis itu boleh keluar setelah isi absen. Dan kelompok gue
adalah kelompok pertama yang keluar dari ruang BEM fakultas, padahal waktu
kelompok gue masih isi formulir, kelompok yang lain udah diskusi lebih dulu.
Tapi... ah, yasudahlah. Saat yang lain udah keluar semua, disuruh baris lagi.
Terus disuruh cari senior yang pegang selembar kertas bertuliskan jurusan
masing-masing.
Setelah ketemu, gue, Nisa, dan Tyas langsung digiring
ke ruang BEM jurusan. Di sana udah ada kakak-kakak BEM yang lagi ngaso di atas selembar tikar. Setelah
absen, langsung disuruh ke kakak yang diinginkan (aduh, ini bahasanya apa
banget deh). Pertama isi formulir dulu, gue isi formulirnya dua. Yang satu formulir
BEM jurusan, yang satu lagi form karena waktu itu gue nggak sempat lapor diri
jurusan. Isi formulirnya sembari ditanya-tanya lagi sama Kak Isna. Terus
dikasih info segala macam tentang jurusan bahasa Arab, MPA, dan organisasi
mahasiswa. Dikasih panduan MPA bahasa Arab juga (yang kayaknya bakal berguna
untuk MPA nanti), setelah selesai langsung balik lagi ke tempat awal. Cuma
untuk laporan kalo gue, Nisa, dan Tyas udah selesai melaksanakan semua kegiatan
wawancara.
Balik lagi ke BEM jurusan, di sana Kak Isna udah
panggil-panggil nama gue dari jauh. Gue kira ada apa, ternyata gue belum
menyerahkan fotokopi pembayaran POM. Setelah gue kasih ke Kak Isna dan minta
maaf, kita langsung dibawa ke salah satu ruang belajar di gedung E. Gue kira
mau diapain, ternyata malah dites isi soal bahasa Arab. Mana tulisan Arabnya
gundul lagi! Ah, gue kan masih belum terlalu fasih baca Arab gundul. Jadi
kelabakan sendiri deh. Makin kelabakan saat menemukan soal Nahwu dan soal
Tasrif yang udah hampir empat tahun enggak gue pelajari lagi setelah lulus dari
Madrasah Diniyah Manbaun Nasiriyah tercinta.
Adios! Ila liqo'. :*
0 Commentary
Review please.. :)