Buku Tugas Annisa

Fa // Jumat, 17 Januari 2014


“Nis, aku boleh lihat buku tugas matematikamu nggak? Soalnya aku belum mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bu Lilis kemarin, boleh ya?” tanya Andre dengan sedikit memaksa.

Sang pemilik buku yang sedang asyik membaca novel terdiam selama beberapa saat, kemudian menggeleng keras. Bukan, bukannya ia pelit karena tidak mau meminjamkan buku tugas matematikanya. Tetapi Andre sudah terlalu sering meminjam buku tugas matematikanya hanya untuk menyalin tugas yang di berikan oleh Bu Lilis. Anissa berasumsi kalau ia terus meminjami Andre buku tugas matematikanya, itu sama saja dengan menjerumuskan teman sekelasnya ke dalam jurang kebodohan. Lagipula, Anissa bisa mengajari Andre untuk mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bu Lilis—itupun kalau Andre mau.

“Huh, pelit banget sih jadi orang!” Andre melangkah dengan kesal meninggalkan Anissa.

Annisa hanya bisa menghela napas panjang dan mengelus dada.

☼☼☼☼

“Huh, capeknya..” Annisa meluruskan kedua kakinya, kemudian menyandarkan punggungnya pada sebatang pohon yang ada di belakangnya.

“Hai, Nis.” sapa Icha, sahabatnya. Ia ikut meluruskan kaki di sebelah Anissa.

“Oh, hai Cha.” balas Annisa singkat.

“Eh, ganti baju yuk! Habis ini kan pelajarannya Bu Lilis, kalau kita nggak cepat ganti baju nanti bisa-bisa di marahi Bu Lilis.” ajak Icha.

Annisa mengangguk. Kemudian keduanya melangkah menuju ruang ganti untuk mengganti pakaian olahraga mereka dengan seragam putih-biru. Setelah selesai, keduanya langsung meluncur menuju kelas.

☼☼☼☼

“Lho, buku tugasku kemana?” pekik Anissa kaget ketika mendapati buku tugas matematikanya sudah lenyap dari atas meja.

“Di tasmu kali, coba cari aja dulu.” saran Dea, teman sebangku Annisa.

Annisa mengerutkan dahi, ia yakin benar kalau buku tugas matematikanya di taruh di atas meja, bukannya di dalam tas. Tapi akhirnya ia menuruti saran Dea, tangannya merogoh masuk tas punggung Hello Kitty-nya. Mengobrak-abrik seluruh sudut tas punggungnya, namun hasilnya nihil. Anissa juga melongok laci mejanya, hasilnya tetap nihil. Buku tugas matematikanya lenyap.

“Nggak ada..” lirih Annisa, matanya mulai berkaca-kaca. “Bagaimana ini? Aku takut di marahi Bu Lilis..”

“Nisa, kenapa?” tanya Icha sambil melangkah mendekati meja Anissa.

Annisa tak bergeming, ia masih kalut.

“Buku tugas matematikanya Annisa lenyap, baik di dalam tas ataupun di laci meja nggak ada.” balas Dea, mewakili Annisa.

“Bagaimana kalau kita geledah semua tas dan laci meja teman-teman, aja?” usul Icha.

Namun sayang, usul yang ia berikan tepat di saat Bu Lilis melangkah menuju kelas mereka. Usul itupun akhirnya kandas, karena Bu Lilis sudah datang dan tak ada waktu lagi untuk mencari buku tugas matematika milik Annisa.

“Pagi, anak-anak…” sapa Bu Lilis sambil melangkah menuju kursi guru.

“Pagi, bu..” balas seisi kelas.

“Baik, sekarang kumpulkan buku tugas matematika kalian.”

Semua murid pun maju ke depan kelas untuk mengumpulkan buku tugas mereka, hanya dua orang saja yang tidak maju. Yaitu Annisa dan Icha. Annisa mengerutkan dahi ketika melihat Icha tidak maju untuk mengumpulkan buku tugas matematikanya, karena setahunya Icha sudah mengerjakan tugas itu.

“Annisa, Clarissa, kenapa kalian tidak mengumpulkan buku tugas matematika kalian?” sentak Bu Lilis.

“Bu-buku tugas matematika saya hilang, Bu..” Annisa menundukkan wajahnya.

“Bohong tuh, Bu! Paling si Annisa belum ngerjain tugas dari Ibu.” celetuk Andre.

Tunggu dulu, Annisa mengerutkan dahi, kenapa Andre bisa berkata seperti itu? Lalu.. kenapa juga tadi ia mengumpulkan buku tugasnya? Jangan-jangan.. enggak, aku nggak boleh berpikiran negatif seperti itu dulu.

“Buku tugas saya ketinggalan, Bu.” sahut Icha.

Annisa kembali mengerutkan dahi, kenapa Icha bohong? Padahal kan Icha bawa buku tugas matematikanya.

“Oke, karena kalian tidak mengumpulkan tugas yang Ibu berikan. Sekarang kalian berdiri di koridor kelas sampai jam pelajaran ibu selesai.” perintah Bu Lilis.

Annisa melangkah dengan lesu menuju koridor kelas, lalu di susul Icha. Sekilas, Annisa sempat mengedarkan pandangan ke seluruh sudut  kelas dan mendapati sosok Andre dengan senyum kemenangan yang menghiasi wajahnya.

“Kenapa, Cha?” tanya Annisa ketika mereka sudah sampai di koridor kelas,”Kenapa kamu berbohong, aku tau kamu kalau buku tugas matematikamu nggak ketinggalan.”

“Karena aku nggak tega melihatmu di hukum sama Bu Lilis, jadi.. aku berbohong supaya bisa menemanimu di koridor kelas.” jawab Icha enteng.

“Makasih ya, Cha..” Annisa menghamburkan diri ke dalam pelukan sahabatnya.

Icha langsung menyambut tubuh Annisa dengan dekapan hangat,”Itulah artinya sahabat sejati, Nis.” tangannya dengan refleks membelai rambut Annisa.

☼☼☼☼

“I-ini kan buku tugas matematikaku.” bisik Annisa ketika pandangannya jatuh pada sebuah buku bersampul coklat di dalam tempat sampah yang ada di koridor kelasnya. Tanpa komando dari siapapun tangannya langsung meraih buku itu.

“Lho, itu buku tugas matematikamu. Nis.” kata Icha yang baru keluar dari kelas.

“Iya, aku menemukannya di dalam tempat sampah. Tega sekali yang menyembunyikan dan membuang buku tugasku di dalam tempat sampah itu.” jawab Annisa.

“Aku tau siapa yang menyembunyikan dan membuang buku tugasmu di dalam tempat sampah itu, Nis.” kata Hilda sambil melangkah mendekati Annisa dan Icha,”Andre, dia yang menyembunyikan dan membuang buku tugasmu di dalam tempat sampah itu. Maaf karena aku baru memberitahumu sekarang, karena Andre mengancam akan mengempiskan ban sepedaku kalau aku berani buka mulut.”

“Nggak papa, kok Da. Terima kasih karena sudah memberitahu.” Annisa tersenyum kecil,”Nah, sekarang masalahnya selesai. Icha, kamu mau kan mengantarku ke ruang guru untuk menemui Bu Lilis? Aku ingin memberikan buku tugas ini pada Bu Lilis, aku nggak mau nilai di rapotku nanti ada yang kosong.”

“Oh iya, aku juga mau memberikan buku tugasku.” sahut Icha sambil membuka tas punggungnya, tangannya langsung mengambil buku tugas miliknya.

“Jadi.. sebenarnya buku tugasmu nggak ketinggalan, Cha?” tanya Hilda tak percaya,”Lalu kenapa tadi kamu bilang buku tugasmu ketinggalan?”

“Itu rahasia,” Icha mengamit tangan sahabatnya, keduanya melangkah menuju ruang guru.

“Oh iya, Nis. Apa kamu berniat memberitahukan yang sebenarnya terjadi pada Bu Lilis?” tanya Icha.

“Enggak, aku nggak akan memberitahukan yang sebenarnya terjadi pada Bu Lilis. Aku akan bilang kalau ternyata bukuku terselip di antara buku cetak.” Annisa tersenyum tipis.

“Kenapa kamu nggak berniat memberitahukan yang sebenarnya terjadi pada Bu Lilis? Memangnya kamu nggak berniat untuk membalas perbuatan Andre?” balas Icha.

“Jangan samakan semua orang dengan dirimu, Cha.” Annisa mengerling.

Icha hanya mendengus kesal.

0 Commentary

Review please.. :)